Sabtu, 19 Maret 2016

Tradisi Penggunaan Kerudung dalam Gereja Katolik

Banyak yang tidak tahu bahwa sebenarnya tradisi penggunaan kerudung juga ada di dalam Gereja Katolik. Dahulu kerudung biasa dipakai para perempuan Katolik ketika Misa, berdoa, ataupun dalam upacara liturgi lainnya. Penggunaan kerudung dahulu pernah diwajibkan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1262. Namun, setelah Konsili Vatikan II, Gereja Katolik tidak lagi mewajibkan penggunaan kerudung, tetapi juga tidak melarang umat yang ingin memakainya. Peraturan mengenai kewajiban memakai kerudung dalam Misa pun ditiadakan dalam Kitab Hukum Kanonik. Walaupun tidak ada kewajiban kanonik bagi para perempuan untuk mengenakan kerudung, namun mereka tetap bebas untuk memakai atau tidak memakai penutup kepala ketika Misa ataupun berdoa. Bagi para perempuan Katolik, kerudung merupakan ungkapan iman atau devosi pribadi.

Para biarawati Katolik mengenakan kerudung sebagai busana sehari-harinya.

Umat perempuan mengenakan mantilla saat
Umat perempuan mengenakan mantilla saat
Kini fenomena penggunaan kerudung Misa di kalangan para wanita Katolik kian marak. Kerudung menjadi salah satu cara mengekspresikan iman kekatolikan. Umat yang masih memegang tradisi penggunaan kerudung memiliki alasan berdasar surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus, terutama 1 Kor 11: 4-10 yang mengajarkan bahwa dalam hal berdoa, ataupun beribadah, hendaknya berpakaian sesuai dengan budaya yang baik, yang berlaku pada masa itu, di mana perempuan hendaknya menggunakan kerudung sebagai tanda ketaatan kepada Allah. Pada masa itu, tradisi penggunaan kerudung bagi perempuan juga merupakan simbol ketaatan kepada suami atau ayah, sebagai kepala keluarga.

Surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus (1 Kor 11:2-16) ini dilatar belakangi pertikaian umat di Korintus tentang pakaian umat dalam upacara liturgi. Rasul Paulus mengkritik pertengkaran itu dengan nasihat yang mendasarkan kepada budaya setempat, yaitu kebiasaan menggunakan kerudung bagi perempuan. Atas dasar itu, Gereja Katolik melalui Kitab Hukum Kanonik 1262 menyatakan bahwa perempuan wajib mengenakan kerudung dalam upacara liturgi sebagai suatu tradisi. Tradisi ini berlangsung cukup lama.


Tampak para umat perempuan mengenakan kerudung pada Misa Investitur Skapulir Coklat di Kapel Paroki St. Paulus, Depok.

Salah satu perempuan Katolik yang memakai kerudung Misa adalah Maria Suharyati, ia menuturkan: “Keluarga mendukung saya memakai kerudung setiap kali Misa.” Maka sejak Januari tahun 2015, ia mengenakan kerudung setiap kali Misa.

Bagi Maria, kerudung bukan sekadar alat penutup rambut dan kepala, tetapi sebagai ungkapan kerendahan hati di hadapan Allah. Maria mengaku, sejak memakai kerudung, ia bisa lebih menghayati Misa.

Awalnya, beberapa rekannya beranggapan bahwa kerudung hanya digunakan sebagai aksesoris belaka. Namun, Maria tak menggubris. Ia tetap memakai kerudung setiap Misa. Tak hanya saat Misa, Maria memakai kerudung ketika berdoa pribadi dan mengikuti doa-doa dalam kelompok kategorial. Beberapa rekannya di kelompok kategorial Wanita Katolik Jakarta Timur mulai tertarik ketika melihat Maria menggunakan kerudung.

Maria ingin umat lain turut merasakan bahwa kerudung bisa semakin menumbuhkembangkan iman. Kerudung, ujar Maria, juga bisa mengingatkan perempuan agar senantiasa menjaga sikap dan kesopanan berpenampilan saat di gereja.

Sementara Veronika Kristina mengaku baru sebulan ini berani mengenakan kerudung ketika Misa. Meski baru memakai kerudung, namun Veronika telah merasakan manfaatnya. “Saya merasa lebih khusyuk dan sakral saat memakai kerudung ketika Misa,” tutur perempuan yang berasal dari Paroki St. Aloysius Gonzaga, Cijantung, Jakarta Timur ini.

Kisah lain diceritakan Yacinta Senduk. Yacinta tertarik memakai kerudung ketika ia melihat foto-foto umat yang mengenakan kerudung saat bertemu dengan Paus. “Terlihat anggun dan memiliki daya tarik religi yang kuat bagi saya,” ujarnya. Namun, ia butuh perjuangan agar bisa memakai kerudung. Beberapa kali ia mengutarakan keinginan menggunakan kerudung kepada suaminya. Tapi, sang suami berkata, “Sudahlah, jangan macam-macam!” Yacinta pun hanya tertunduk diam.

Pada Mei 2014, hubungan Yacinta dengan suami diterpa badai pertengkaran. Namun, pada saat yang sama, keinginan Yacinta memakai kerudung justru bertambah kuat. Dengan wajah kesal dan marah, ia berkata kepada sang suami, “Mulai hari ini, saya akan memakai kerudung saat Misa!”

Suatu ketika, mereka pergi Misa bersama. Yacinta mulai memakai kerudung. “Pulang Misa, kami malah bisa tertawa-tawa bersama dan pertengkaran kami selesai,” ucap Yacinta penuh bahagia. Sejak hari itu, sang suami mengizinkan Yacinta memakai kerudung setiap kali menghadiri Misa.

Tapi terkadang, umat Paroki Stella Maris Pluit, Jakarta Utara ini masih belum cukup percaya diri memakai kerudung ketika Misa. Seperti ketika ia diundang menjadi pembicara di Bandung, Jawa Barat, Juli tahun lalu. “Ada perasaan tidak nyaman, karena semua mata tertuju kepada saya. Tapi saya pasrah, serahkan semua kepada Tuhan,” ujar Yacinta bercerita. Di luar dugaan, ada seorang perempuan muda yang menghampiri dia usai Misa. Si perempuan muda itu mengungkapkan keinginan memakai kerudung. Yacinta pun menjelaskan seluk beluk kerudung. “Dan sampai sekarang dia masih pakai kerudung” kata Yacinta.

Indah Hapsari mengaku, baru lima bulan terakhir ini memakai kerudung ketika menghadiri Misa. “Awalnya saya grogi, karena banyak yang tidak memakai kerudung, tetapi lama-lama saya terbiasa. Saya juga jadi merasa dekat dengan Bunda Maria kerena beliau juga mengenakan kerudung.” kata umat Paroki St. Robertus Bellarminus, Cililitan, Jakarta Timur ini.

Penggunaan kerudung dalam Misa juga kian marak di beberapa daerah yang lain, seperti di Semarang, Pontianak, dan Medan. Meskipun tak lagi diwajibkan sebagai bagian dari busana umat dalam Misa, kerudung menjadi simbol tradisi iman yang masih terus hidup dalam dinamika umat Katolik. Kerudung menjadi sarana untuk mengungkapkan iman secara pribadi dan membantu umat menumbuhkembangkan kehidupan rohani.

Referensi:

Majalah Hidup. 30 September 2015. "Ungkapkan Iman Dengan Mantilla," hal 12-15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar