Sabtu, 04 Juni 2016

Resensi Buku: Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959



Judul buku : Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959
Penulis : Suparto Rahardjo 
Penerbit : Garasi, Yogyakarta
Cetakan : I, September 2009
Tebal : 152 hlm

Membaca jejak Ki Hajar Dewantara penuh dengan dedikasi pada spirit kerakyatan. Meskipun keturunan ningrat, Ki Hajar bukanlah sosok yang menaruh jarak dengan kehidupan masyarakat. Sejak kecil Ki Hajar akrab dengan rakyat jelata. Atribut kebangsawanan yang melekat pada nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pun ditinggalkan. Tepat pada tanggal 23 Februari 1928, nama itu telah berganti menjadi Ki Hajar Dewantara yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Ki Hajar boleh dikatakan sebagai sosok yang humanis dan merakyat. Ada cerita menarik di sini. Pernah ibunda Ki Hajar berkata kepada beliau ketika pergi ke Candi Borobudur, “Anakku Suwardi, lihatlah stupa di puncak candi itu. Manis dan indah, bukan? Tapi ketahuilah Wardi, bahwa stupa itu takkan berada di puncak candi jikalau tidak ada batu-batu dasar yang mendukungnya. Itulah ibaratnya rakyat jelata, itulah gambaran para budak dan hamba sahaya para raja. Oleh sebab itu, jikalau Tuhan mentakdirkan dirimu menjadi raja, janganlah kau lupa kepada rakyat jelata yang menaikkan dirimu ke atas puncak dari segala puncak kemegahan kerajaan warisan nenek moyangmu. Cintailah dan hargailah sesamamu, terutama rakyatmu yang menderita dan memerlukan uluran tanganmu.” Kata-kata ibunda Ki Hajar ini menjadi petuah bijak yang dihayati Ki Hajar dalam perjalanan hidupnya. Kepribadian Ki Hajar menjadi cermin betapa perhatian dan kepedulian terhadap rakyat tak boleh dilalaikan.

Sikap dan laku kepedulian terhadap rakyat kemudian mengilhami Ki Hajar bersama sahabat-sahabatnya untuk mendirikan perguruan nasional Taman Siswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa) pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Lewat Taman Siswa, Ki Hajar berkehendak mendidik rakyat agar mampu mandiri. Pendidikan bagi rakyat adalah niscaya untuk mewujudkan cita-cita memerdekakan diri dari ketertindasan. Melalui metode among, Tamansiswa meletakkan pendidikan sebagai alat dan syarat untuk anak-anak hidup sendiri, mandiri, dan berguna bagi masyarakat. Pendidikan yang diajarkan adalah menegakkan jiwa anak-anak sebagai bangsa, membimbing anak-anak menjadi manusia yang bisa hidup dengan kecakapan dan kepandaiannnya sendiri, menciptakan manusia yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat (hlm. 56-57).

Buku yang ditulis Suparto Rahardjo ini memang berupaya menceritakan perjalanan Ki Hajar. Membuka buku ini, kita menjumpai sekilas jejak kehidupan dan aktivitas pergerakan Ki Hajar. Selain merakyat dan humanis, kepribadian Ki Hajar diuraikan sebagai sosok yang keras tapi tidak kasar, nasionalis sejati, pemimpin yang konsisten, berani dan setia, dan bersahaja.

Tak lupa pula pemikiran Ki Hajar terkait aspek pendidikan disajikan dalam buku ini. Membaca buku ini, kita diajak menyelami pemikiran Ki Hajar dalam usaha pendidikan anak-anak bangsa. Meskipun berupa riwayat singkat, buku ini tetap menarik. Ada sosok besar yang pernah dilahirkan di negeri ini yang mungkin kita lupakan. Kita hanya menghargai beliau dengan sebutan Bapak Pendidikan Nasional semata, namun pemikiran pendidikan beliau alpa dikaji dan ditelaah. Lewat riwayat singkat ini, kita menelusuri laku hidup Ki Hajar.

3 komentar: